Selasa, 29 Januari 2013

Bangkitkan Bangsa Melalui Kebiasaan Yang Bergejolak Pada Mahasiswa

Mahasiswa, sebuah kata yang mimiliki makna yang sangat dalam. Jika diartikan secara harfiah maka bisa disebut siswa yang paling tinggi. Mahasiswa, jika mendengar kata ini maka seringkali yang terbersik di benak kita adalah kalangan pemuda/pemudi yang tangguh dan gigih dalam berjuang menuntut ilmu, menggapai cita, dan terus berkarya untuk bangsa. Kata Maha itu sendiri hanya diberikan kepada 2 golongan, yaitu Tuhan (Allah) dan Siswa. Mahasiswa itu ibarat permata yang masih terjaga keasliannya, jika terus dijaga dan dikembangkan maka kelak akan memberikan dampak yang sangat luar biasa bagi kemajuan suatu bangsa. Sehingga tak jarang ada yang mengatakan “Bangsa yang berhasil adalah bangsa yang generasi mudanya mampu berkontribusi dengan baik bagi kemajuan bangsa kedepannya, dalam hal ini mahasiswa”.
Di tingkat mahasiswa inilah seorang pemuda mampu berfikir dan bertindak secara signifikan. Mahasiswa juga bisa dianalogikan sebuah bom waktu yang sewaktu-waktu dapat meledak jika tidak diarahkan dengan baik. Jika kita kembali menelusuri masa lalu, maka peran mahasiswa dalam merebut kemerdekaan bangsa Indonesia sangatlah besar. Mulai dari ide-ide kreatif yang dicetuskan, sampai kepada gerakan-gerakan baik skala kecil maupun skala nasional. Sebuah kalimat yang pantas untuk menjadi kebanggaan mahasiswa pernah diungkapkan oleh Bapak Proklamator Indonesia, yaitu Ir. Soekarno : “Berikan aku 1000 orang tua maka akan kucabut Mahameru sampai ke akar-akarnya, dan berikan aku 10 orang Pemuda maka akan kuguncangkan dunia”. Kebiasaan  inilah yang harus terus dipupuk jika ingin terus mempertahankan hakekat mahasiswa yang sebenarnya. HIDUP MAHASISWA, MAJU MAHASISWA, MAJU BANGSA INDONESIA!
1.      Kebiasaan Baik dan Buruk dari Mahasiswa
1.1  Kebiasaan Buruk di Kalangan Mahasiswa
Mahasiswa bukanlah seorang malaikat, yang diciptakan dengan kesempurnaan sehingga tak akan luput dari kesalahan. Dibalik nama besar seorang Mahasiswa juga terdapat banyak adat dan kebiasaan buruk yang saat ini cukup membuat kita menjadi miris.
a.       Budaya Tawuran dan Perkelahian
Belakangan ini kalangan mahasiswa sering disoroti dan menjadi salah satu bahasan penting di media massa. Salah satu yang menjadi penyebabnya adalah budaya kekerasan dan tawuran antar mahasiswa yang mulai kembali marak terjadi di beberapa daerah. Alhasil kembali yang disoroti tidak hanya kalangan mahasiswa itu sendiri, tapi juga jajaran petinggi Kampus dan Kementrian Pendidikan. Belakangan diketahui beberapa penyebab dari tawuran dan kekerasan ini adalah permasalahan sepele yang kemudian dibesar-besarkan. Sikap fanatisme kedaerahan, solidaritas kepada teman, dan faktor lingkungan juga tak luput dari penyebab dari masalah ini.
Tawuran pelajar sekolah menjadi potret buram dalam dunia pendidikan Indonesia. Pada 2010, setidaknya terjadi 128 kasus tawuran antar pelajar. Angka itu melonjak tajam lebih dari 100% pada 2011, yakni 330 kasus tawuran yang menewaskan 82 pelajar. Pada Januari-Juni 2012, telah terjadi 139 tawuran yang menewaskan 12 pelajar. (Sumber: TV One)
b.      Budaya dan Kebiasaan Mencontek
Teringat sebuah kalimat “Ala bisa karena biasa”, mungkin inilah yang saat ini bisa dijadikan sebagai patokan dari kebiasaan buruk mencontek mahasiswa. Entah karena memang sudah menjadi perbuatan yang wajib atau memang sebuah kebutuhan, budaya mencontek saat ini begitu lekat dengan dunia pendidikan. Berdasarkan hasil penelitian tahun 2006 sebanyak 81,3 % mahasiswa pernah mencontek. Faktor penyebab seorang mahasiswa mencontek adalah karena persaingan yang ketat antar mahasiswa untuk meraih prestasi. Persaingan yang tinggi inilah yang kemudian menimbulkan kecemasan dalam diri seorang mahasiswa sehingga timbullah budaya mencontek sebagai solusinya.
Hasil penelitian selanjutnya (Mubarok 2009) menunjukkan faktor penyebab mencontek yang paling dominan adalah menunda-nunda dalam mengerjakan tugas, mudah menyerah, kurang percaya diri, dan tidak dapat mengatur waktu dengan baik, sehingga menganggap perbuatan mencontek adalah sesuatu yang wajar dilakukan.
Budaya mencontek jika tidak dihentikan sejak dini, maka kelak juga akan berpengaruh pada seorang mahasiswa manakala telah memasuki jenjang selanjutnya (pekerjaan). Dimana budaya mencontek inilah yang kelak menjadi dasar bagi seseorang untuk tidak berprilaku jujur sehingga kelak akan menimbulkan budaya KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).
c.       Budaya Titip Absen (TA)
Disadari ataupun tidak, terkadang kita sebagai mahasiswa menganggap suatu pertemuan tatap muka di kelas itu tidak terlalu penting. Tak jarang ada pula sebagian mahasiswa yang menganggap bahwa ilmu yang didapatkan di luar itu tidak sebanding dengan di dalam kelas, ataupun sebaliknya. Namun di beberapa kampus yang telah menerapkan aturan ketat di segi kehadiran menyebabkan mahasiswa harus memenuhi target absensi yang telah ditentukan.
Walau begitu, berdasarkan survey yang dilakukan tim Studenta Jurnal Bogor kepada 100 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Bogor dan sekitarnya, 80 mahasiswa justru mengaku pernah melakukan titip absen saat kuliah maupun praktikum berlangsung.
Dari 80 mahasiswa tersebut, 76,25 persen di antaranya melakukan titip absen sebanyak satu sampai lima kali dalam satu semester, 11,25 persen lainnya enam hingga sepuluh kali, dan sisanya lebih dari 10 kali.
Beberapa faktor yang dianggap sebagai penyebab budaya ini yaitu: kemalasan untuk ikut kuliah, sibuk dengan kegiatan lain, sering terlambat masuk ke kelas, sampai kepada bosan & tidak mengerti ketika di kelas.
d.      Moralitas dan Akhlak Keseharian
Mahasiswa merupakan simbol majunya kualitas pendidikan di suatu bangsa. Namun kemajuan suatu bangsa tidak hanya dilihat dari segi intelektualnya saja, melainkan juga dari sifat dan akhlak pelakunya, dalam hal ini mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa. Dewasa ini banyak yang menganggap sifat dan akhlak mahasiswa tidak lagi mencerminkan bahwa mereka adalah kaum intelek. Itu bisa dibuktikan dari banyaknya kebiasaan dari akhlak mahasiswa saat ini yang acuh dan seakan tidak mau peduli dengan masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
Dalam tataran nasional, kegagalan hasil pendidikan di Indonesia bisa terlihat dari tingginya indeks prestasi korupsi (IPK) yang dikeluarkan oleh ICW dan rendahnya etos kerja di kalangan masyarakat pekerja. Menurut data-data dari ICW, sumber kegagalan negara dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang ada adalah bermula dari bobroknya akhlak dan moral para pemegang kebijakan yang menyebabkan suburnya praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme yang menyentuh seluruh sektor pembangunan. Para SDM yang dihasilkan dari produk pendidikan yang ada, tidak menunjukkan hasil yang lebih baik dari tahun ke tahun. Justru kebanyakan hasil outcome pendidikan ini memperlihatkan sikap-sikap materialisme dan hedonisme yang mempengaruhi tingkah laku dan kebijakan-kebijakan dalam menyelesaikan permasalahan mereka. Maka tidak aneh jika ICW mengeluarkan data yang diambil dari Transparasi Internasional Indonesia (TII) tentang IPK Indonesia yang dari tahun ke tahun cenderung meningkat dan rendahnya indeks.
e.       Kebiasaan Seks Bebas dan Narkoba
Mahasiswa, tidak dapat dipungkiri adalah masa-masa yang bagi sebagian kalangan adalah masa yang sangat baik untuk kemudian mempersiapkan diri ke jenjang yang lebih baik. Tidak terkecuali dalam hal mencari pasangan hidup. Tak jarang seorang mahasiswa ada yang berpendapat bahwa masa mudanya harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk bersenang-senang. Maka tidak sedikit dari mahasiswa yang memanfaatkan masa kuliahnya hanya pada orientasi kesenangan sementara. Tuntutan tugas dan amanah yang berlebihan juga terkadang menjadi penyebab seorang mahasiswa menggunakan jalan pintas yang salah untuk menenangkan dirinya.
Berdasarkan hasil survei Komnas Perlindungan Anak bekerja sama dengan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) di 12 provinsi pada 2007 diperoleh pengakuan remaja bahwa sebanyak 93,7% anak SMP dan SMU pernah melakukan ciuman, petting, dan oral seks; Sebanyak 62,7% anak SMP mengaku sudah tidak perawan; Sebanyak 21,2% remaja SMA mengaku pernah melakukan aborsi; Dari 2 juta wanita Indonesia yang pernah melakukan aborsi, 1 juta adalah pelajar remaja perempuan. Yang terbaru adalah dari hasil survey BKKBN 2010 yang mengatakan bahwa 51% pelajar di Indonesia telah melakukan hubungan pra-nikah. Beberapa wilayah lain di Indonesia, seks pranikah juga dilakukan beberapa remaja. Misalnya saja di Surabaya tercatat 54 persen, Bandung 47 persen, dan 52 persen di Medan.
Faktor lain yang juga terkadang menjadi penyebabnya adalah dari pengaruh lingkungan, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan bergaul.
f.       Kurangnya Minat Baca di Kalangan Mahasiswa
Berdasarkan data Bank Dunia tahun 1998 menginformasikan pula kebiasaan membaca anak-anak Indonesia berada pada level paling  rendah (nilai 51,7). Nilai tersebut di bawah Filipina (52,6), Thailand (65,1), dan Singapura (74,0). Tahun 1998-2001 hasil suvei IAEEA dari 35 negara, menginformasikan kemampuan baca siswa Indonesia berada pada urutan yang terakhir.
Data dari BPS pada tahun 2006, masyarakat lebih memilih menonton televisi (85,9%) dan mendengarkan radio (40,3%) daripada membaca (23,5%). Artinya, membaca untuk mendapatkan informasi baru dilakukan oleh 23,5% dari total penduduk Indonesia. Masyarakat lebih suka mendapatkan informasi dari televisi dan radio ketimbang membaca. Dengan data ini terbukti bahwa membaca belum menjadi kebutuhan bagi masyarakat.
Inilah yang terkadang menyebabkan kenapa lulusan Sarjana dari bangsa kita masih begitu banyak kekurangan. Disaat mahasiswa di Negara lain telah menjadikan membaca sebagai salah satu dari kebutuhan primer mereka, justru di kalangan mahasiswa kita masih banyak yang menganggap membaca itu hanyalah suatu pekerjaan yang membosankan dan biasanya hanya dilakukan ketika mendekati proses ujian.

1.2  Kebiasaan Baik di Kalangan Mahasiswa
Jika dianalogikan, mahasiswa itu ibarat jagung yang sedang tumbuh di suatu kebun. Yang mana selama masa tumbuh harus dirawat dan dijaga sebaik mungkin untuk menghindarkan dari berbagai gangguan. Mahasiswa juga seperti ini, dibalik kekurangan dari mahasiswa juga menyimpan banyak kebiasaan baik yang jika dijaga dan dikembangkan maka akan menjadi suatu senjata untuk merubah suatu bangsa kearah yang lebih baik. Kita ambil beberapa contoh kebiasaan baik yang harus terus dipupuk oleh mahasiswa secara umumnya.
a.       Memiliki Semangat Juang dan Tenaga Yang Tinggi
Bukan mahasiswa namanya jika tidak memiliki semangat dan daya juang yang tinggi. Kebiasaan inilah yang tidak dimiliki oleh generasi lain. Dengan kebiasaan inilah mahasiswa dituntut untuk lebih gigih dalam mengaplikasikan ilmu yang telah diterimanya. Jika kita memaknai kalimat Bung Karno mengenai pemuda, maka bisa jadi yang dijadikan salah satu alasan dari kalimat itu adalah kebiasaan ini. Seorang mahasiswa terkadang dihadapkan pada berbagai masalah yang dihadapi, baik di lingkungan kampus maupun masyarakat. Semangat juang inilah yang kemudian bisa membalikkan segala kemustahilan dari segala permasalahan yang terkadang dihadapi.
Selain itu, pada masa mahasiswa adalah puncak dimana kekuatan dan tenaga seorang manusia itu seimbang. Dengan semangat juang dan tenaga yang tinggi ini pula, kedepannya setiap mahasiswa dapat mengembangkan dirinya untuk terus melakukan hal-hal yang sangat luar biasa baik bagi dirinya dan terlebih lagi bagi orang lain.
Jika kita kembali melihat ke masa orde baru, dimana bangsa ini benar-benar sedang berada dalam masa keterpurukan, maka akan langsung terlintas di benak kita akan semangat juang dan tenaga yang tinggi dimana mahasiswa menggalang kekompakan dengan masyarakat untuk sama-sama mengatasi konflik yang memang sudah seharusnya segera diselesaikan.
b.      Mampu Berfikir dan Bertindak Secara Nyata
Saat ini bangsa Indonesia mengalami banyak masalah yang tak kunjung ditemukan jalan keluarnya. Bangsa Indonesia bukanlah bangsa yang terbelakang, bukan pula bangsa yang miskin. Akan tetapi masalah yang saat ini dihadapi bangsa ini adalah kurangnya pemimpin dan masyarakat yang mau berfikir dan bertindak secara nyata untuk mencari solusi dari berbagai permasalahan bangsa yang timbul. Disinilah peran nyata dari mahasiswa, tidak hanya dituntut mampu berfikir secara kritis dan realistis tapi juga dibutuhkan aksi yang nyata untuk terus membenahi bangsa yang besar ini.
Mahasiswa baik secara langsung maupun tidak langsung telah dituntut untuk terus memberikan sumbangsih yang nyata kepada masyarakat. Di era saat ini, dimana media informasi begitu cepatnya beredar, terkadang mahasiswa hanya diberitakan ketika telah melakukan aksi turun ke jalan. Seolah-olah mahasiswa hanya bisa aksi dan aksi tanpa ada perundingan terlebih dahulu.
Tapi tahukah kita, sebenarnya dibalik pemberitaan itu, mahasiswa secara sistematis telah mengadakan perundingan terlebih dahulu kepada pihak yang terkait mengenai masalah-masalah yang sering dihadapi.
Tindakan nyata dari mahasiswa tidak hanya bisa dilihat ketika adanya aksi, tapi juga dari hasil-hasil pemikiran mahasiswa yang kemudian banyak dijadikan sebagai referensi dalam pengambilan keputusan, baik yang berskala lokal maupun nasional. Belakangan ini juga kontribusi mahasiswa tidak cukup sampai pada aksi semata, tapi juga gerakan-gerakan untuk kembali membangun bangsa begitu giat dilakukan oleh hamper seluruh mahasiswa.
Tak tangung-tanggung, ada yang sampai rela mengorbankan studinya untuk berjalan ke pelosok-pelosok negeri untuk kemudian mendidik masyarakat awam sebagai bukti nyata bahwa mahasiswa Indonesia itu selaras dalam berfikir dan bertindak secara nyata.
c.       Bergerak sebagai Agent of Change
Mahasiswa sebagai Agent of Change, slogan ini memang begitu melekat di kalangan mahasiswa. Entah apa yang mendasari sehingga slogan ini begitu akrab bagi mahasiswa. Tapi memang pada kenyataannya, tidak dapat dipungkuri bahwa salah satu tugas utama dari mahasiswa yaitu berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara sebagai agen perubahan.
Seringkali terbesik di fikiran kita mengapa harus mahasiswa yang bergerak sebagai agen perubahan? Alasannya tidak lain karena memang melalui potensi yang dimiliki oleh mahasiswa, maka pantaslah mahasiswa itu dianggap sebagai agen perubahan.
Sebagai bagian dari pemuda, mahasiswa juga memiliki karakter positif lainnya, antara lain idealis dan energik. Idealis berarti (seharusnya) mahasiswa masih belum terkotori oleh kepentingan pribadi, juga belum terbebani oleh beban sejarah atau beban posisi. Artinya mahasiswa masih bebas menempatkan diri pada posisi yang dia anggap terbaik, tanpa adanya resistansi yang terlalu besar.
Kesadaran bahwa mahasiswa 'harus' menjadi agen perubahan merupakan langkah awal yang kemudian harus dibarengi dengan pemahaman bagaimana cara melakukan perubahan atau ke arah mana perubahan itu kita arahkan.
Beberapa alasan mengapa mahasiswa harus benar-benar menjadi agen perubahan, yaitu:
1.      Kondisi masyarakat saat ini yang telah jauh menyimpang dari norma dan aturan yang seharusnya berlaku di masyarakat. Salah satu contohnya yaitu budaya korupsi dan pergaulan bebas yang saat ini begitu meresahkan masyarakat.
2.      Perubahan adalah suatu keniscayaan, atau sunnatullah. Artinya suka atau tidak, kita akan menemui perubahan. Kalaupun kita diam, maka ada banyak pemikiran lain (komunis, liberal, dll) yang mencoba mengubah masyarakat sesuai dengan kehendak mereka. Oleh karena itu, diamnya kita berarti membiarkan 'kekalahan' ideologi yang kita yakini kebenarannya dan membiarkan terjadinya perubahan ke arah yang tidak kita kehendaki.
2.      Solusi Untuk Mengatasi Kebiasaan Buruk Mahasiswa
Berbagai permasalahan yang timbul yang dikarenakan kebiasaan buruk mahasiswa, tidaklah serta-merta dapat dijadikan sebagai tolak ukur bahwa mahasiswa saat ini telah menurun kemampuannya. Berbagai kebiasaan yang buruk terkadang timbul dari masing-masing individu maupun kelompok yang ada di lingkungan mahasiswa.
Beberapa solusi yang bisa diberikan untuk mengatasi kebiasaan buruk pada mahasiswa yaitu:
a.       Menanamkan sejak dini pentingya pengetahuan akan Agama dan Norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Dengan budaya seperti ini, maka secara tidak langsung akan mengurangi bentuk kebiasaan buruk di kalangan mahasiswa.
Dalam Undang-undang No. 10 tahun 1922 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera disebutkan bahwa agama berperan penting dalam mewujudkan keluarga sejahtera.
Lebih dari 90 persen kaum muda Muslim Indonesia mengatakan bahwa percaya kepada Tuhan adalah penting, dan lebih dari 60 persen mengatakan bahwa menjadi seorang Muslim yang baik adalah penting.
b.      Memaksimalkan Peran Serta Keluarga
Tak dapat dipungkiri, keluarga adalah lingkungan pertama seseorang untuk mengenyam pendidikan. Di lingkungan keluarga pula lah diajarkan bagaimana cara bergaul dan berinteraksi yang baik. Oleh karena itu, peranan keluarga untuk mencegah kebiasaan buruk mahasiswa sangatlah penting. Berdasarkan survey LSI 95,5% responden mengatakan bahwa hubungan mereka dengan orangtua mereka sangat baik. 92,1% menyatakan ‘tidak benar’ terhadap pernyataan “orang tua saya tidak peduli”. Bahkan, 78,1% responden menyatakan adalah tindakan yang salah bila seorang anak tidak meminta nasihat orang tua. Sedangkan 96,5% menyatakan bahwa orang tua mereka sering memberi nasihat. Bahkan 78,1% responden menyatakan adalah tindakan yang salah bila seorang anak tidak meminta nasihat orang tua.
c.       Manajemen Diri dan Kelompok
Terkait beberapa kebiasaan buruk mahasiswa dalam pergaulan sehari-sehari, sudah sepatutnya diajarkan bagaimana cara untuk mengatur diri dan kelompok dalam aktivitas sehari-hari.. Karena secara tidak langsung, jika cara ini diterapkan dengan baik maka akan berdampak positif bagi kinerja nyata mahasiswa sebagai agen of change.
d.      Memaksimalkan Kegiatan yang Bernilai Positif
Melalui kegiatan seperti ini, maka secara tidak langsung akan membentuk sikap empati mahasiswa. Terlebih lagi banyak dari kalangan mahasiswa sendiri yang terkadang bingung untuk mengisi kekosongan waktunya. Dengan adanya kegiatan positif maka aktivitas mahasiswa yang tadinya hanya berorientasi pada kesenangan semata, akan lebih bermakna dengan adanya kegiatan yang bersifat membangun seperti ini.
3.      Kesimpulan
Mahasiswa sebagai Agent of Change saat ini dihadapkan pada berbagai persoalan. Tidak hanya mengenai masalah bangsa dan negara, tapi juga masalah untuk terus berbenah dari kebiasaan buruk yang saat ini sedang marak terjadi. Mahasiswa yang baik bukanlah yang tidak mempunyai kebiasaan buruk, melainkan dia mengubah kebiasaan buruk itu menjadi kebiasaan yang lebih baik.
Beberapa faktor penting dimana masalah kebiasaan buruk sering timbul pada mahasiswa, yaitu kurangnya pemahaman sejak dini mengenai agama, norma dan aturan yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu faktor keluarga dan lingkungan juga mempengaruhi kebiasaan seorang mahasiswa. Kebiasaan yang baik juga akan memberikan hasil yang baik, begitu pula sebaliknya.
Oleh karena itu sudah sepatutnya ditanamkan sejak dini pemahaman akan pentingnya agama, norma, keluarga, dan lingkungan agar seorang mahasiswa mampu terbiasa untuk bekerja dan berbuat yang terbaik bagi agama, bangsa dan Negara.


“Mahasiswa itu ibarat sebuah jagung, jagung ini kemudian ditutup dengan tanah untuk menghindarkannya dari gangguan burung. Begitu juga dengan mahasiswa harus dihiasi dengan iman agar terhindar dari kebiasaan buruk. Jagung yang ditutupi tanah itu kelak akan tumbuh. Dan ketika sudah tumbuh maka harus disiram dengan air. Pada mahasiswa air ini diibaratkan sebagai ilmu, karena tabiat air dan ilmu itu sama yaitu mendekati tempat yang rendah. Ilmu ini akan datang pada mahasiswa yang rendah hati. Selain disiram, jagung tadi juga perlu dipupuk, dan sifat dari pupuk itu bau. Begitu juga ketika mahasiswa telah sukses maka kelak akan banyak orang yang mencelanya, tapi ketahuilah kelak itu yang akan memajukan Mahasiswa Indonesia, itulah peran Mahasiswa yang sesungguhnya.”
Hidup Mahasiswa
Maju Mahasiswa
Majulah Bangsa Indonesia

1 komentar:

  1. semangat lagi setelah membaca artikel ini
    terima kasih

    BalasHapus